MAKALAH
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
LEMBAGA KONSUMEN DAN PERANANNYA DALAM
PERLINDUNGAN KONSUMEN
OLEH:
Ashgor Kamal
152 111
004/VI/A MUA
JURUSAN
MU’AMALAH
FAKULTAS
SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI
MATARAM
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 1
B. RUMUSAN MASALAH 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. LEMBAGA KONSUMEN DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN 2
1. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) 2
2. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) 4
3. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) 7
B. PERAN LEMBAGA KONSUMEN 10
BAB III PENUTUP 12
KESIMPULAN 12
DAFTAR PUSTAKA 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perlindungan konsumen merupakan hal yang perlu
ada dan diadakan oleh pemerintah sebagai bentuk dari usaha Pembangunan
Nasional.[1]
Oleh sebab itu setiap usaha untuk melakukan perlindungan terhadap konsumen
haruslah dilakukan oleh kita semua. Pelaksanaan perlindungan konsumen bisa
ditempuh dengan banyak cara, salah satunya mendirikan lembaga-lembaga yang
bergerak pada usaha perlindungan konsumen.
Lembaga-lembaga ini pada dasarnya harus
didirikan oleh pemerintah dan hal itu sesuai amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) telah ada yakni Badan Perlindungan
Konsumen Nasional (BPKN). Namun adanya lembaga resmi kenegaraan dalam
perlindungan konsumen tidaklah cukup, diperlukan badan lain yang berbeda dan
bergerak secara terpisah dengan BPKN seperti lembaga swasta atau swadaya dari
masyarakat. Hal ini untuk menghindari sentralisasi kewenangan serta politisasi
dari lembaga tersebut.
Dalam UUPK sendiri terdapat pengaturan dari
lembaga perlindungan konsumen. Mulai dari lembaga resmi seperti BPKN, atau pun
lembaga swadaya masyarakat semisal Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Setelah salah satu wadah perlindungan konsumen telah ada, yang penting dan
harus diperhatikan ialah bagaimana lembaga-lembaga tersebut harusnya serta apa
saja peranannya dalam perlindungan konsumen.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas, pemakalah dapat
merumuskan beberapa hal yang akan menjadi pokok bahasan dalam makalah ini,
yaitu:
1. Bagaimanakah pengaturan lembaga perlindungan konsumen dalam Undang-Undang
No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
2. Apa saja peranan lembaga-lembaga perlindungan konsumen.
BAB II
PEMBAHASAN
C. LEMBAGA KONSUMEN DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen (UUPK) disebutkan tiga jenis lembaga konsumen yakni Badan
Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
(LPKSM) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).[2]
1. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan
konsumen.[3]
Terminologi ini sesungguhnya sangat luas dan menunjukan kesungguhan untuk
memberdayakan konsumen dari kedudukan yang sebelumnya berada pada pihak yang
lemah manakala berhadapan dengan para pelaku usaha yang memiliki bargaining
position yang sangat kuat dalam aspek sosial, ekonomi dan bahkan
psikologis.[4]
Dari sisni kita mengetahui bahwa tujuan
diadakannya lembaga ini ialah untuk mengembangkan uapaya perlindungan konsumen,
hal ini ditegaskan kembali dalam UUPK Pasal 31. Istilah “mengembangkan”
di sini menunjukkan BPKN sebagai upaya unutk mengembangkan perlindungan
konsumen yang sudah diatur dalam pasal yang lain, khusunya mengnai hak dan
kewajiban konsumen dan pelaku usaha, larangan-larangan bagi pelaku usaha dalam
menjalankan bisnis, tanggung jawab pelaku usaha dan mengenai pengaturan
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen.[5]
BPKN berkedudukan di Ibukota; Jakarta dan
bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Bila diperlukan, BPKN dapat
membentuk perwakilan di ibukota provinsi.[6]
Fungsi dari BPKN disebutkan dalam pasal 33
UUPK untuk memeberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya
mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Berdasarkan fungsi tersebut,
pasal 34 menjabarkan tugas-tugas dari BPKN, yaitu:
a. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam
rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan
konsumen;
b. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan
konsumen;
c. Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang
menyangkut keselamatan konsumen;
d. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat;
e. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan
konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan
kepada konsumen;
f. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari
masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat, atau pelaku usaha;
g. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
Dalam melaksanakan tugas-tuganya tersebut,
BPKN dapat bekerja sama dengan instansi atau organisasi konsumen internasional.
Sedangkan mengenai struktur organisasi dan
keanggotaan diatur dalam UUPK pasal 35 sampai dengan pasal 38. Mengenai
keanggotaan ada pada pasal 35:
a. Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas seorang ketua merangkap
anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, serta sekurang-kurangnya 15
(lima belas) orang dan sebanyak-banyaknya 25 (dua puluh lima) orang anggota
yang mewakili semua unsur.
b. Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri, setelah dikonsultasikan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
c. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen
Nasional selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali
masa jabatan berikutnya.
d. Ketua dan wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional dipilih oleh
anggota.
Unsur dari keanggotaan tersebut ialah
pemerintah, pelaku usaha, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat,
akademisi dan tenaga ahli (UUPK Pasal 36). Sedang syarat keanggotaannya
disebutkan pada pasal 37, yaitu:
a. Warga Negara Republik Indonesia;
b. Berbadan sehat;
c. Berkelakuan baik;
d. Tidak pernah dihukum karena kejahatan;
e. Memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen;
dan
f. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
Dan mengenai berhentinya keanggotaan dalam
BPKN dijelaskan pada pasal selanjunya, pasal 38, yakni berhenti karena
meninggal dunia, mengundurkan diri atas permintaan sendiri, bertempat tinggal di
luar wilayah negara Republik Indonesia, sakit secara terus menerus, berakhir
masa jabatan sebagai anggota atau diberhentikan.
2. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat (LPKSM) ialah lembaga non pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh
pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.[7]
Menurut Miru, pengertian ini sesungguhnya mengaburkan makna istilah “swadaya
masyarakat” yang selama ini
dikenal independen menjadi berkesan sebagai LSM produk pemerintah dengan adanya
syarat terdaftar dan diakui pemerintah. Hal ini berimplikasi pada tumpulnya
perjuangan LPKSM untuk memberdayakan konsumen dikarenakan adanya bayang-bayang
eksistensi yang setiap saat dapat hilang.[8]
Tujuan LPKSM ini ialah untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam upaya perlindungan konsumen serta menunjukan bahwa
perlindungan konsumen menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan
masyarakat.[9]
Sedangkan tugas dan wewenang dari LPKSM diatur dalam pasal 44:
a. Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat yang memenuhi syarat.
b. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki
kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.
c. Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi kegiatan:
1) Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan
kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2) Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
3) Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan
konsumen;
4) Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan
atau pengaduan konsumen;
5) Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan
perlindungan konsumen.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Untuk menjamin adanya suatu kepastian hukum,
keterbukaan dan ketertiban dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen di
Indonesia, setiap LPKSM wajib melakukan Pendaftaran pada Pemerintah Kabupaten
atau Kota, untuk memperoleh Tanda Daftar LPKSM (TDLPK) sebagai bukti bahwa LPKSM
yang bersangkutan benar-benar bergerak di bidang Perlindungan Konsumen, sesuai
dengan bunyi Anggaran Dasar dan atau Rumah Tangga dari Akta Pendirian LPKSM
tersebut.
Tanda Daftar
LPKSM dapat dipergunakan oleh LPKSM yang bersangkutan untuk melakukan kegiatan
penyelenggaraan Perlindungan Konsumen di seluruh Indonesia, dan pendaftaran
tersebut dimaksudkan sebagai pencatatan dan bukan merupakan suatu perizinan.
LPKSM yang telah didirikan dan
melakukan kegiatan dibidang Perlindungan Konsumen, jika belum mendaftarkan dan
memperoleh Tanda Daftar LPKSM dari Pemerintah Kabupaten/Kota setempat, maka
LPKSM yang bersangkutan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen belum memenuhi syarat atau belum diakui untuk bergerak
diperlindungan konsumen.
Setelah LPKSM
yang bersangkutan memperoleh Tanda Daftar LPKSM, maka Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjadi landasan hukum bagi LPKSM,
untuk menyelenggarakan perlindungan konsumen di Indonesia, baik melalui
kegiatan upaya pemberdayaan konsumen dengan cara pembinaan, pendidikan konsumen
maupun mampu melalui pelaksanaan tugas LPKSM sesuai UU Nomor 8 Tahun 1999,
berikut peraturan pelaksanaannya. [10]
Setelah LPKSM mendapatkan izin serta sudah
mulai menjalankan kegiatannya, tidak berhenti sampai di sana. Ketentuan ini masih
harus diuji dalam pelaksanaannya, mengingat Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor
59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (PP
LPKSM), menentukan bahwa:[11]
1. Pemerintah membatalkan pendaftaran LPKSM apabila LPKSM tersebut:
a. Tidak lagi menjalankan kegiatan perlindungan konsumen; atau
b. Terbukti melakukan kegiatan pelanggaran ketentuan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Pelaksanaannya.
2. Ketentuan mengenai tata cara pembatalan pendaftaran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri.
LPKSM posisinya amat strategis dalam
ikut mewujudkan perlindungan konsumen. Selain menyuarakan kepentingan konsumen,
lembaga ini juga memiliki hak gugat (legal standing) dalam konteks ligitas
kepentingan konsumen di Indonesia. Hak gugat tersebut dapat dilakukan oleh
lembaga konsumen (LPKSM) yang telah memenuhi syarat, yaitu bahwa LPKSM yang
dimaksud telah berbentuk Badan Hukum atau Yayasan yang dalam anggaran dasarnya
memuat tujuan perlindungan konsumen. Gugatan oleh lembaga konsumen hanya dapat
diajukan ke Badan Peradilan Umum (Pasal 46 Undang-undang Perlindungan
Konsumen). [12]
3. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku
usaha dan konsumen.[13] Sedangkan
tujuan diadakannya BPSK ini tertera dalam UUPK Pasal 49 Ayat 1 dan
penjelasannya Pasal 1 Angka 11:
Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah
Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen
di luar pengadilan (UUPK Pasal 49 Ayat 1).
Badan ini dibentuk untuk menangani
penyelesaian sengketa konsumen yang efisien, cepat, murah dan profesional (Penjelasan UUPK Pasal 1 Angka 11).
Menururt Miru rumusan tersebut tidak penting
bila hanya menentukan tugas BPSK. Menurutnya pengertian BPSK akan memberikan
makna apabila dihubungkan dengan subtansi penjelasannya, sehingga pengertian
tersebut seharusnya mennyatakan: “Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ialah
badan yang menangani dan menyelesaikan sengketa di luar pengadilan antara
pelaku usaha dan konsumen secara efisien, cepat, murah dan frofesional.”[14]
Tugas dan wewenang dari BPSK ini diatur dalam
UUPK Pasal 52, yaitu:
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan
cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan
dalam Undang-undang ini;
e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang
terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;
h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini;
i.
Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan
pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada
huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa
konsumen;
j.
Mendapatkan,
meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain
guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
l.
Memberitahukan putusan
kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen;
m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan
Undang-undang ini.
Mengenai struktur dan keanggotaan diatur dalam
UUPK Pasal 49 Ayat ke-2 sampai Pasal 51:
Pasal 49
2. Untuk dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa
konsumen, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. warga negara Republik Indonesia;
b. berbadan sehat;
c. berkelakuan baik;
d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;
e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di
bidang perlindungan konsumen;
f. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh)
tahun.
3. Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur
pemerintah, unsure konsumen, dan unsur pelaku usaha.
4. Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah sedikit-dikitnya
3 (tiga) orang, dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
5. Pengangkatan dan pemberhentian anggota badan penyelesaian sengketa konsumen
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 50
Badan
penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
ayat (1) terdiri atas :
a. Ketua merangkap anggota;
b. Wakil ketua merangkap anggota;
c. Anggota.
Pasal 51
1. Badan penyelesaian sengketa konsumen dalam menjalankan tugasnya dibantu
oleh sekretariat.
2. Sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen terdiri atas kepala sekretariat
dan anggota sekretariat.
3. Pengangkatan dan pemberhentian kepala sekretariat dan anggota
sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.
D. PERANAN LEMBAGA KONSUMEN
Kita sudah membahas mengenai macam-macam
lembaga konsumen yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Dalam Undang-undang tersebut disebutkan tiga lembaga yakni Badan Perlindungan
Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
(LPKSM) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Perbedaan di antara ketiganya terletak pada
beberapa hal, yakni BPKN dengan LPKSM sebenarnya sebuah lembaga yang sama namun
inisiatif pembentukannya, LPKSM berasal dari arus bawah (buttom up)
sedangkan BPKN inisiatif pembentukannya dari arus atas (top down).[15]
Arus bawah yakni pembentukan lembaga yang diprakarsai dan lebih banyak
dijalankan oleh rakyat biasa, bukan para pejabat atau petinggi negara. Sehingga
pergerakan kegiatannya banyak yang berbentuk menghimpun data dan fakta untuk
selanjutnya diajukan kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti. Sedangkan arus
atas lebih banyak dimainkan oleh para pejabat atau pegawai resmi pemerintahan,
selain didirikan oleh pemerintah melalui pejabat yang berwenang. Pergerakan
kegiatannya banyak yang berupa penghasilan barang jadi semisal aturan-aturan
atau keputusan-keputusan yang digulirkan kepada rakyat bawah. Atau lebih
gamblangnya bisa kita pinjam istilah Santoso dengan menyebutnya lembaga plat
merah dan lembaga plat hitam.[16]
Bila kita perhatikan kembali fungsi dan
tugasnya, BPKN secara khusu sebagai pelindung konsumen masuk dalam bagian
struktur kekuasaan yang menunjukan semakin besar pengaruh dan power yang dimiliki
untuk melindungi konsumen. Dan dari arus bawah LPKSM sebagai lembaga konsumen
yang tersosialisasi secara luas di masyarakat dan sekaligus secara
representatif dapat menampung dan memperjuangkan aspirasi konsumen.[17]
Sedangkan dengan BPSK selain sebagai “lembaga
plat merah” lebih kepada fusngsinya untuk membantu konsumen dalam hal
meyelesaikan sengketa yang sudah terjadi. BPSK ini lebih dikhususkan kepada
gugatan secara perorangan, sedangkan gugatan secara kelompok (class action)
dilakukan melalui peradilan umum.[18]
BPSK ialah pengadilan khusus konsumen (small
claim court) yang sangat diharapkan dapat menjawab tuntutan
masyarakat agar proses berperkara berjalan cepat, sederhana, dan mudah. Dengan
demikian, BPSK hanya menerima perkara yang nilai kerugiannya kecil.[19]
BPSK yang demikian dapat menampung konsumen
yang khusunya benar-benar lemah ketika berhadapan dengan pelaku usaha yang
notabene memiliki posisi tawar yang kuat.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen (UUPK) disebutkan tiga jenis lembaga konsumen yakni Badan
Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat (LPKSM) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
BPKN diatur dalam Bab kedelapan dari pasal 31
sampai 34 mengenai nama, kedudukan, tugas, dan funsi serta pasal 35-34 mengenai
susunan organisasi dan keanggotaan. LPKSM diatur dalam Bab kesembilan pasal 44.
Selain itu, LPKSM lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun
2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Sedangkan BPSK
diatur dalam Bab kesebelas dari pasal 49 hingga pasal 58.
Peran BPKN dan LPKSM cukup strategis mengingat
posisi keduanya yang bergerak dari arus atas dan arus bawah yang memungkinkan
terciptanya perlindungan konsumen yang lebih baik dan lebih kuat dari dua sisi.
Sedangkan BPSK bergerak dalam membela dan melindungi konsumen dalam menjalani
perkara dengan pelaku usaha di luar pengadilan dengan lebih cepat, efisien,
murah dan profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum
Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum
Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika, 2009
Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001
Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen
[4] Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2008) hlm.21.
[6] Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2009) hlm.119
[11] Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat