MOTTO

"JANGAN PERNAH BERHENTI UNTUK BERUSAHA DAN MENCOBA, DAN JANGAN PERNAH JUGA MENCOBA BERHENTI UNTUK BERUSAHA"

Minggu, 04 Januari 2015

Lembaga Konsumen dan Peranannya dalam Perlindungan Konsumen

MAKALAH
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
LEMBAGA KONSUMEN DAN PERANANNYA DALAM
PERLINDUNGAN KONSUMEN


OLEH:

Ashgor Kamal
152 111 004/VI/A MUA




JURUSAN MU’AMALAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
MATARAM
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                                             i
DAFTAR ISI                                                                                                                            ii
BAB I PENDAHULUAN                                                                                                       1
A.    LATAR BELAKANG                                                                                                 1
B.     RUMUSAN MASALAH                                                                                            1
BAB II PEMBAHASAN                                                                                                        2
A.    LEMBAGA KONSUMEN DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN                                                                                                               2
1.      Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)                                    2
2.      Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)      4
3.      Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)                                      7
B.     PERAN LEMBAGA KONSUMEN                                                                           10
BAB III PENUTUP                                                                                                                 12
KESIMPULAN                                                                                                                        12
DAFTAR PUSTAKA                                                                                                                          13


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Perlindungan konsumen merupakan hal yang perlu ada dan diadakan oleh pemerintah sebagai bentuk dari usaha Pembangunan Nasional.[1] Oleh sebab itu setiap usaha untuk melakukan perlindungan terhadap konsumen haruslah dilakukan oleh kita semua. Pelaksanaan perlindungan konsumen bisa ditempuh dengan banyak cara, salah satunya mendirikan lembaga-lembaga yang bergerak pada usaha perlindungan konsumen.
Lembaga-lembaga ini pada dasarnya harus didirikan oleh pemerintah dan hal itu sesuai amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) telah ada yakni Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Namun adanya lembaga resmi kenegaraan dalam perlindungan konsumen tidaklah cukup, diperlukan badan lain yang berbeda dan bergerak secara terpisah dengan BPKN seperti lembaga swasta atau swadaya dari masyarakat. Hal ini untuk menghindari sentralisasi kewenangan serta politisasi dari lembaga tersebut.
Dalam UUPK sendiri terdapat pengaturan dari lembaga perlindungan konsumen. Mulai dari lembaga resmi seperti BPKN, atau pun lembaga swadaya masyarakat semisal Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Setelah salah satu wadah perlindungan konsumen telah ada, yang penting dan harus diperhatikan ialah bagaimana lembaga-lembaga tersebut harusnya serta apa saja peranannya dalam perlindungan konsumen.
B.     RUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas, pemakalah dapat merumuskan beberapa hal yang akan menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, yaitu:
1.      Bagaimanakah pengaturan lembaga perlindungan konsumen dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
2.      Apa saja peranan lembaga-lembaga perlindungan konsumen.
BAB II
PEMBAHASAN
C.     LEMBAGA KONSUMEN DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) disebutkan tiga jenis lembaga konsumen yakni Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).[2]
1.      Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.[3] Terminologi ini sesungguhnya sangat luas dan menunjukan kesungguhan untuk memberdayakan konsumen dari kedudukan yang sebelumnya berada pada pihak yang lemah manakala berhadapan dengan para pelaku usaha yang memiliki bargaining position yang sangat kuat dalam aspek sosial, ekonomi dan bahkan psikologis.[4]
Dari sisni kita mengetahui bahwa tujuan diadakannya lembaga ini ialah untuk mengembangkan uapaya perlindungan konsumen, hal ini ditegaskan kembali dalam UUPK Pasal 31. Istilah “mengembangkan” di sini menunjukkan BPKN sebagai upaya unutk mengembangkan perlindungan konsumen yang sudah diatur dalam pasal yang lain, khusunya mengnai hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, larangan-larangan bagi pelaku usaha dalam menjalankan bisnis, tanggung jawab pelaku usaha dan mengenai pengaturan penyelesaian sengketa perlindungan konsumen.[5]
BPKN berkedudukan di Ibukota; Jakarta dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Bila diperlukan, BPKN dapat membentuk perwakilan di ibukota provinsi.[6]
Fungsi dari BPKN disebutkan dalam pasal 33 UUPK untuk memeberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Berdasarkan fungsi tersebut, pasal 34 menjabarkan tugas-tugas dari BPKN, yaitu:
a.       Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;
b.      Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;
c.       Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen;
d.      Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
e.       Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;
f.       Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;
g.      Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
Dalam melaksanakan tugas-tuganya tersebut, BPKN dapat bekerja sama dengan instansi atau organisasi konsumen internasional.
Sedangkan mengenai struktur organisasi dan keanggotaan diatur dalam UUPK pasal 35 sampai dengan pasal 38. Mengenai keanggotaan ada pada pasal 35:
a.       Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, serta sekurang-kurangnya 15 (lima belas) orang dan sebanyak-banyaknya 25 (dua puluh lima) orang anggota yang mewakili semua unsur.
b.      Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri, setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
c.       Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
d.      Ketua dan wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional dipilih oleh anggota.
Unsur dari keanggotaan tersebut ialah pemerintah, pelaku usaha, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, akademisi dan tenaga ahli (UUPK Pasal 36). Sedang syarat keanggotaannya disebutkan pada pasal 37, yaitu:
a.       Warga Negara Republik Indonesia;
b.      Berbadan sehat;
c.       Berkelakuan baik;
d.      Tidak pernah dihukum karena kejahatan;
e.       Memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen; dan
f.       Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
Dan mengenai berhentinya keanggotaan dalam BPKN dijelaskan pada pasal selanjunya, pasal 38, yakni berhenti karena meninggal dunia, mengundurkan diri atas permintaan sendiri, bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia, sakit secara terus menerus, berakhir masa jabatan sebagai anggota atau diberhentikan.
2.      Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) ialah lembaga non pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.[7] Menurut Miru, pengertian ini sesungguhnya mengaburkan makna istilah “swadaya masyarakat”  yang selama ini dikenal independen menjadi berkesan sebagai LSM produk pemerintah dengan adanya syarat terdaftar dan diakui pemerintah. Hal ini berimplikasi pada tumpulnya perjuangan LPKSM untuk memberdayakan konsumen dikarenakan adanya bayang-bayang eksistensi yang setiap saat dapat hilang.[8]
Tujuan LPKSM ini ialah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perlindungan konsumen serta menunjukan bahwa perlindungan konsumen menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.[9] Sedangkan tugas dan wewenang dari LPKSM diatur dalam pasal 44:
a.       Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat.
b.      Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.
c.       Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi kegiatan:
1)      Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2)      Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
3)      Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;
4)      Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen;
5)      Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.
d.      Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Untuk menjamin adanya suatu kepastian hukum, keterbukaan dan ketertiban dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen di Indonesia, setiap LPKSM wajib melakukan Pendaftaran pada Pemerintah Kabupaten atau Kota, untuk memperoleh Tanda Daftar LPKSM (TDLPK) sebagai bukti bahwa LPKSM yang bersangkutan benar-benar bergerak di bidang Perlindungan Konsumen, sesuai dengan bunyi Anggaran Dasar dan atau Rumah Tangga dari Akta Pendirian LPKSM tersebut.
Tanda Daftar LPKSM dapat dipergunakan oleh LPKSM yang bersangkutan untuk melakukan kegiatan penyelenggaraan Perlindungan Konsumen di seluruh Indonesia, dan pendaftaran tersebut dimaksudkan sebagai pencatatan dan bukan merupakan suatu perizinan.
LPKSM yang telah didirikan dan melakukan kegiatan dibidang Perlindungan Konsumen, jika belum mendaftarkan dan memperoleh Tanda Daftar LPKSM dari Pemerintah Kabupaten/Kota setempat, maka LPKSM yang bersangkutan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen belum memenuhi syarat atau belum diakui untuk bergerak diperlindungan konsumen.
Setelah LPKSM yang bersangkutan memperoleh Tanda Daftar LPKSM, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjadi landasan hukum bagi LPKSM, untuk menyelenggarakan perlindungan konsumen di Indonesia, baik melalui kegiatan upaya pemberdayaan konsumen dengan cara pembinaan, pendidikan konsumen maupun mampu melalui pelaksanaan tugas LPKSM sesuai UU Nomor 8 Tahun 1999, berikut peraturan pelaksanaannya. [10]
Setelah LPKSM mendapatkan izin serta sudah mulai menjalankan kegiatannya, tidak berhenti sampai di sana. Ketentuan ini masih harus diuji dalam pelaksanaannya, mengingat Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (PP LPKSM), menentukan bahwa:[11]
1.      Pemerintah membatalkan pendaftaran LPKSM apabila LPKSM tersebut:
a.       Tidak lagi menjalankan kegiatan perlindungan konsumen; atau
b.      Terbukti melakukan kegiatan pelanggaran ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Pelaksanaannya.
2.      Ketentuan mengenai tata cara pembatalan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri.
LPKSM posisinya amat strategis dalam ikut mewujudkan perlindungan konsumen. Selain menyuarakan kepentingan konsumen, lembaga ini juga memiliki hak gugat (legal standing) dalam konteks ligitas kepentingan konsumen di Indonesia. Hak gugat tersebut dapat dilakukan oleh lembaga konsumen (LPKSM) yang telah memenuhi syarat, yaitu bahwa LPKSM yang dimaksud telah berbentuk Badan Hukum atau Yayasan yang dalam anggaran dasarnya memuat tujuan perlindungan konsumen. Gugatan oleh lembaga konsumen hanya dapat diajukan ke Badan Peradilan Umum (Pasal 46 Undang-undang Perlindungan Konsumen). [12]
3.      Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.[13] Sedangkan tujuan diadakannya BPSK ini tertera dalam UUPK Pasal 49 Ayat 1 dan penjelasannya Pasal 1 Angka 11:
Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan (UUPK Pasal 49 Ayat 1).
Badan ini dibentuk untuk menangani penyelesaian sengketa konsumen yang efisien, cepat, murah dan profesional (Penjelasan UUPK Pasal 1 Angka 11).
Menururt Miru rumusan tersebut tidak penting bila hanya menentukan tugas BPSK. Menurutnya pengertian BPSK akan memberikan makna apabila dihubungkan dengan subtansi penjelasannya, sehingga pengertian tersebut seharusnya mennyatakan: “Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ialah badan yang menangani dan menyelesaikan sengketa di luar pengadilan antara pelaku usaha dan konsumen secara efisien, cepat, murah dan frofesional.”[14]
Tugas dan wewenang dari BPSK ini diatur dalam UUPK Pasal 52, yaitu:
a.       Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
b.      Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
c.       Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
d.      Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini;
e.       Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
f.       Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
g.      Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
h.      Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini;
i.        Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
j.        Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k.      Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
l.        Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
m.    Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Mengenai struktur dan keanggotaan diatur dalam UUPK Pasal 49 Ayat ke-2 sampai Pasal 51:
Pasal 49
2. Untuk dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa konsumen, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. warga negara Republik Indonesia;
b. berbadan sehat;
c. berkelakuan baik;
d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;
e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen;
f. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
3. Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur pemerintah, unsure konsumen, dan unsur pelaku usaha.
4. Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang, dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
5. Pengangkatan dan pemberhentian anggota badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 50
Badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) terdiri atas :
a.       Ketua merangkap anggota;
b.      Wakil ketua merangkap anggota;
c.       Anggota.
Pasal 51
1.      Badan penyelesaian sengketa konsumen dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh sekretariat.
2.      Sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen terdiri atas kepala sekretariat dan anggota sekretariat.
3.      Pengangkatan dan pemberhentian kepala sekretariat dan anggota sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.
D.    PERANAN LEMBAGA KONSUMEN
Kita sudah membahas mengenai macam-macam lembaga konsumen yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dalam Undang-undang tersebut disebutkan  tiga lembaga yakni Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Perbedaan di antara ketiganya terletak pada beberapa hal, yakni BPKN dengan LPKSM sebenarnya sebuah lembaga yang sama namun inisiatif pembentukannya, LPKSM berasal dari arus bawah (buttom up) sedangkan BPKN inisiatif pembentukannya dari arus atas (top down).[15] Arus bawah yakni pembentukan lembaga yang diprakarsai dan lebih banyak dijalankan oleh rakyat biasa, bukan para pejabat atau petinggi negara. Sehingga pergerakan kegiatannya banyak yang berbentuk menghimpun data dan fakta untuk selanjutnya diajukan kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti. Sedangkan arus atas lebih banyak dimainkan oleh para pejabat atau pegawai resmi pemerintahan, selain didirikan oleh pemerintah melalui pejabat yang berwenang. Pergerakan kegiatannya banyak yang berupa penghasilan barang jadi semisal aturan-aturan atau keputusan-keputusan yang digulirkan kepada rakyat bawah. Atau lebih gamblangnya bisa kita pinjam istilah Santoso dengan menyebutnya lembaga plat merah dan lembaga plat hitam.[16]
Bila kita perhatikan kembali fungsi dan tugasnya, BPKN secara khusu sebagai pelindung konsumen masuk dalam bagian struktur kekuasaan yang menunjukan semakin besar pengaruh dan power yang dimiliki untuk melindungi konsumen. Dan dari arus bawah LPKSM sebagai lembaga konsumen yang tersosialisasi secara luas di masyarakat dan sekaligus secara representatif dapat menampung dan memperjuangkan aspirasi konsumen.[17]
Sedangkan dengan BPSK selain sebagai “lembaga plat merah” lebih kepada fusngsinya untuk membantu konsumen dalam hal meyelesaikan sengketa yang sudah terjadi. BPSK ini lebih dikhususkan kepada gugatan secara perorangan, sedangkan gugatan secara kelompok (class action) dilakukan melalui peradilan umum.[18]
BPSK ialah pengadilan khusus konsumen (small claim court) yang sangat diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses berperkara berjalan cepat, sederhana, dan mudah. Dengan demikian, BPSK hanya menerima perkara yang nilai kerugiannya kecil.[19]
BPSK yang demikian dapat menampung konsumen yang khusunya benar-benar lemah ketika berhadapan dengan pelaku usaha yang notabene memiliki posisi tawar yang kuat.














BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) disebutkan tiga jenis lembaga konsumen yakni Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
BPKN diatur dalam Bab kedelapan dari pasal 31 sampai 34 mengenai nama, kedudukan, tugas, dan funsi serta pasal 35-34 mengenai susunan organisasi dan keanggotaan. LPKSM diatur dalam Bab kesembilan pasal 44. Selain itu, LPKSM lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Sedangkan BPSK diatur dalam Bab kesebelas dari pasal 49 hingga pasal 58.
Peran BPKN dan LPKSM cukup strategis mengingat posisi keduanya yang bergerak dari arus atas dan arus bawah yang memungkinkan terciptanya perlindungan konsumen yang lebih baik dan lebih kuat dari dua sisi. Sedangkan BPSK bergerak dalam membela dan melindungi konsumen dalam menjalani perkara dengan pelaku usaha di luar pengadilan dengan lebih cepat, efisien, murah dan profesional.








DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika, 2009


Penjelasan Atas Undang-Undang  Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen




[1] Penjelasan Atas Undang-Undang  Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
[2] Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Bab ke-8, 9 dan ke11.
[3] Ibid, Pasal 1 Angka 12.
[4] Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008) hlm.21.
[5] Ibid, h.195
[6] Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) hlm.119
[7] UUPK Pasal 1 Angka 9
[8] Miru, Hukum Perlindungan..... h.17-18.
[9] Penjelasan UUPK Pasal 1 Angka 9.
[10] http://ditjenspk.kemendag.go.id/id/direktorat-pemberdayaan-konsumen/kelembagaan
[11] Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
[12] http://ditjenspk.kemendag.go.id.
[13] UUPK Pasal 1 Angka 11.
[14] Miru, Hukum Perlindungan..... h.20.
[15]Ibid, h.21
[16] Ibid, h.17.
[17] Ibid, h.199
[18] Celina, Hukum Perlindungan..... h.126.
[19] Ibid.