assalamu'alaikum gan,, setelah sekian lama dak pernah berselancar di dunia maya, akhirnya sekarang saya bisa kembali menjelajahnya. pada kesempatan ini saya akan menampilkan makalah saya yang dulu kala mengenai asuransi syari'ah. yups, bagi kawan-kawan yang ingin tau atau mau membuat tugas masalah ini silahkan di cpas, tapi tetap cantumkan sumbernya ya,,, ini dia, asuransi syari'ah:
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Kemajuan zaman saat ini telah merambah berbagai aspek kehidupan manusia tak
terkecuali aspek perekonomian. Salah satu bentuk perkembangan perekonomian saat
ini ialah munculnya berbagai bentuk lembaga-lembaga yang menjadi pembantu dalam
aspek perekonomian atau memanfaatkan berbagai peluang yang ada baik dalam hal
keuangan, jasa ataupun pertanggungan risiko serta yang lainnya.
Salah satunya ialah lembaga asuransi. Namun tanggapan ulama tentang
asuransi sendiri bermacam-macam, ada yang mengharamkannya dan ada pula yang
menghalalkannya. Lantas bagaimanakah posisi asuransi sesungguhnya dalam sudut
pandang Islam? Hal ini perlu dijelaskan agar tidak menimbulkan kegamangan pada
umat, khususnya umat Islam karena selain sebagai peserta dalam asuransi
tersebut, umat Islam juga harus tanggap dengan perkembangan yang terjadi dengan
tetap berpegang pada nilai-nilai agama Islam itu sendiri.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu mengetahui dengan sebenarnya
apa dan bagimana asuransi itu sesungguhnya. Maka dari itu kita perlu
membahasnya dari akarnya. Selian kembali menela’ah argumen pihak yang
mengharamkannya ataupun yang menghalalkannya, karena bisa jadi yang
mengharamkannya hanya melihat asuransi konvensional saja, begitu juga
sebaliknya, pihak yang menghalalkan hanya melihat aspek label syari’ah yang
digandengkan dengan kata asuransi tersebut.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan paparan di atas, pemakalah dapat merumuskan beberpa masalah
yang akan kita bahas dalam makalah ini yaitu:
1. Pengertian Asuransi.
2. Tinjauan Umum Asuransi.
3. Pendapat Ulama Tentang Asuransi.
4. Implementasi Syariat Dalam Asuransi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ASURANSI
Asuransi secara etimologi berasal dari bahasa Latin; Assecurare yang
artinya “meyakinkan orang”. Kemudian dalam bahasa Perancis kata tersebut
dikenal dengan Assurance yang selanjutnya dalam bahasa Belanda disebut Assurantie
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah Asuransi
yang berarti petanggungan.[1]
Sedangkan dalam istilah bahasa Arab dikenal istilah At-Ta’min berasal dari
kata a-ma-na yang berarti aman, ketenangan, bebas dari rasa takut atau memberi
perlindungan.[2]
Seperti yang tertera di dalam Al-Qur’an; surah Quraisy (106):
الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ
Artinya: “Yang telah
memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka
dari ketakutan.”[3]
Selain istilah At-ta’min, dalam bahasa Arab dikenal juga istilah Takaful,
At-Thadamun, Al-Istihad[4]
dan ‘Akilah.[5]
Takaful berasal dari kata ka-fa-la yang berarti menanggung atau menjamin,
sebgaimana dalam Al-Qur’an:
ذَلِكَ مِنْ أَنبَاء الْغَيْبِ نُوحِيهِ
إِلَيكَ وَمَا كُنتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُون أَقْلاَمَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ
مَرْيَمَ وَمَا كُنتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُونَ
Artinya: “Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib
yang Kami wahyukan kepada kamu (ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta
mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa
di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa.”[6]
Sedangkan ‘Aqilah merupakan penanggungan dari kabilah atau suku apabila
terjadi sesuatu seperti pembunuhan, maka suku atau kabilah atau keluarga si
pembunuh ikut menanggung akibatnya yang berbentuk seperti ganti rugi uang darah
(diat).
Secara terminologi, pengertian asuransi beragam diberikan oleh para ahli
ataupun dalam undang-undang, namun kesemuanya memiliki maksud yang sama.
Diantara pengertian asuransi secara istilah ialah:
1. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Pasal 246 disebutkan bahwa
asuransi atau pertanggungan ialah suatu perjanjian dengan mana seseorang
penaggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu
premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan,
atau kehilangan yang diharapkan, yang mungkin akan diderita karena suatu
peristiwa yang tak tertentu.[7]
2. Al-Bassam mendefiniskan asuransi sebagai akad yang mengharuskan salah satu
pihak yaitu penjamin untuk membayarkan kepada pihak terjamin konpensasi materi
yang disepakati diberikan ketika terjadi sesuatu hal yang berbahaya dan adanya
kerugian yang nyata pada akad tersebut sebagai bentuk konpensasi dari premi
yang dibayarkan oleh pihak terjamin sesuai dengan yang dinyatakan oleh akad
asuransi tersebut.[8]
3. Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian ialah
perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan
diri pada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak
pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.[9]
4. Wiliam Jr. dan Heins mendefiniskan dari sudut pandang polis dan perusahaan
asuransi bahwa menurut pemegang polis merupakan potensi terhadap kerugian
finansial dimana kerugian tersebut akan ditanggung oleh perusahaan asuransi
sehingga asuransi ialah transfer device. Sedangkan bagi perusahaan asuransi,
asuransi merupakan retention dan combination device, yakni alat yang digunakan
untuk mengumpulkan dana yang berasal dari individu-individu atau dari
perusahaan yang mengasuransikan dirinya dan dari dana inilah klaim mereka
dibayarkan.[10]
5. Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan Asuransi ialah pertanggungan
(perjanjian antara dua pihak) pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan
pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar
iuran apabila terjadi sesuatu yang menimpa dirinya atau barang miliknya yang
diasuransikan sesuai dengan perjanjian yang dibuatnya.[11]
Demikianlah beberapa pengertian asuransi baik secara etimologi maupun
terminologi dari beberapa ahli dan undang-undang.
B. ASURANSI; SUATU PENGALIHAN RISIKO
Sebagaimana yang telah disinggung di atas, pada dasarnya asuransi merupakan
pengalihan resiko terhadap sesuatu yang diasuransikan oleh pihak tertanggung
kepada pihak penanggung dengan pembayaran premi. Namun sebelum kita lebih jauh
membicarakan asuransi, sekiranya kita harus mengenal terlebih dahulu
istilah-istilah pokok yang berkaitan dengan usaha perasuransian ini. Diantara
istilah-istilah pokok yang sering digunakan dalam perasuransian ialah:[12]
1. Peserta asuransi (beneficiary); ialah pihak pertama yang berbagi risiko dan
memiliki hak untuk menerima sejumlah uang dari perusahaan asuransi sebagai
ganti rugi atas terjadinya sebuah risiko sebagaimana tercantum dalam
perjanjian.
2. Perusahaan asuransi; merupakan penanggung dari suatu risiko yang mungkin
terjadi terhadap sesuatu barang atau jiwa. Akad yang digunakan ialah akad jual
beli, dimana perusahaan asuransi menjadi pemilik penuh dana yang ditransfer
(premi).
3. Objek asuransi; merupakan kepentingan dari peserta asuransi atas risiko
terhadap benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum
serta semua kepentingan lainnya yang mengandung risiko baik berbentuk
kehilangan, kerusakan, kerugian, dan/atau berkurang nilainya.
4. Underwriting; ialah peroses penafsiran jangka hidup seseorang calon peserta
yang dikaitkan dengan besarnya risiko untuk menentukan besarnya premi.
Penentuan dan pengklasifikasian risiko calon peserta terkait dengan besar
kecilnya risiko untuk menentukan diterima atau ditolaknya permohonan calon
pemegang polis (peserta asuransi).
5. Polis sauransi; ialah surat perjanjian antara pihak penanggung dan
tertanggung yang menjadi bukti autentik berupa akta mengenai adanya perjanjian asuransi.
6. Premi asiransi; merupakan sejumlah uang yang harus dibayarkan peserta
asuransi untuk mengikat kewajiban pengelola dalam membayar ganti rugi atas
terjadinya risiko yang mana premi tersebut menjadi pendapatan penuh perusahaan
asuransi.
7. Jangka waktu pertanggungan; merupakan penetapan waktu yang menunjukan
lamanya suatu perjanjian asuransi berlaku. Masa pertanggungan habis bila jangka
waktu yang ditetapkan tiba atau habis.
8. Tanggal dikeluarkan polis; ialah tanggal yang tercantum pada polis saat
dikeluarkan atau diterbitkan oleh perusahaan asuransi.
9. Manfaat asuransi; merupakan jumlah uang yang dinyatakan dalam polis sebagai
proteksi maksimumyang akan dibayarkan perusahaan asuransi kepada peserta
sebagai ganti rugi atas terjadinya suatu risiko (uang pertanggungan).
10. Agen asuransi ialah seseorang atau badan hukum yang kegiatannya memberikan
jasa asuransi untuk dan atas nama perusahaan asuransi.
11. Aktuaria; ialah pegawai asuransi yang bertugas untuk melaksanakan
perhitungan keuangan perusahaan.
12. Reasuransi; pada dasarnya merupakan pertanggungan ulang atau pertanggunan yang di asuransikan atau sering
disebut asuransi dari asuransi. Reasuransi merupakan suatu sistem penyebaran
risiko dimana penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan
yang ditutupnya kepada penanggung yang lain.
Demikinlah beberapa istilah pokok dalam perusahaan asuransi. Dalam
melakukan asuransi, calon peserta asuransi mendatangi perusahaan asuransi dan
mengajukan permohonan sebagai peserta asuransi atas suatu objek asuransi. Selanjutnya
perusahaan asuransi akan melakukan underwriting untuk menetapkan apakah
permohonan tersebut diterima atau ditolak, serta perusahaan akan melakukan
analisis serta penimbangan terhadap risiko yang mungkian akan ditanggung untuk
menetapkan seberapa besar premi yang harus dibayar peserta, besar manfaat
asuransi, serta waktu asuransi. Setelah semuanya ditentukan, barulah diadakan
kesepakatan antara perusahaan asuransi dengan calon peserta asuransi yang
dituangkan dalam polis asuransi. Bila kesepakatan terjadi, maka kedua belah
pihak menandatangani polis dan resmilah calon peserta asuransi menjadi peserta
asuransi. Diantara keduanya telah melakat kewajiban dan hak masing-masing.
C. HUKUM ASURANSI DALAM ISLAM
Pembahasam mengenai asuransi di dalam fiqih klasik tidak ditemukan. Hal ini
karena bentuk transaksi ini baru muncul pada sekitar abad ke-13 dan ke-14 di
Italia dalam bentuk asuransi perjalanan laut.[13] Ulama
yang pertama kali membicarakan masalah asuransi dalam fiqih Islam ialah seorang
ulama bermadzhab Hanafi; Ibnu Abidin (1198 H/1784 M-1252 H/1836 M)[14] dalam
karyanya yang populer, “Hasyiyah Ibn Abidin” bab Jihad pasal Isti’man
al-Kafir, beliau menulis sebagaimana yang dikutip Mohamad Heykal:[15]
“Bahwa sudah menjadi kebiasaan bilamana para
pedagang menyewa kapal dari seorang harby, mereka membayar upah
pengangkutannya. Ia juga membayar sejumlah uang untuk seorang harby yang berada
di negeri asalpenyewa kapal, yang disebut sebagai sukarah (premi asuransi),
dengan ketentuan bahwa barang-barang pemakai kapal yang disewanya itu, apabila
musnah karena kebakaran, atau kapal tenggelam, atau kapal dibajak atau
sebagainya, maka penerima uang premi asuransi itu menjadi penanggung, sebagai
imbalan dari uang yang diambil dari pedagang itu. Penanggung itu memiliki wakil
yang mendapat perlindungan (musta’man) yang bertempat di kota-kota pelabuhan
negara Islam atas izin penguasa. Wakil tersebut menerima uang premi asuransi
dari para pedagang tersebut dan apabila barang-barang mereka terkena masalah
yang disebutkan di atas, maka wakillah yang membayar kepada para pedagang itu
sebagai uang pengganti sebesar jumlah uang yang pernah diterimanya.”
Selanjutnya, Ibnu Abidin berpendapat: “Yang jelas, menurut saya, tidak
boleh bagi si pedagang mengambil uang pengganti dari barang-barang yang telah
musnah itu, disebabkan yang demikian itu “Iltizamu ma lam yalzam”; mewajibkan
sesuatu yang tidak lazim (wajib).
Hal yang dimaksudkan Ibnu Abidin jelas merupakan asuransi dan beliau
mengharamkannya. Selain beliau, terdapat beberapa ulama lain yang mengharamkan
asuransi seperti Syaikh Muhammad bin Ibrahim[16]
dan Wahbah Az-Zuhaili.[17]
Namu ada pula yang menghalalkan asuransi seperti Muhammad Abduh, Mustafa Ahmad
Az-Zarqa, As-Sadiq Muhammad Amin Ad-Darir, At-Tayib Hasan An-Najar, Bahjat
Ahmad Hilmy dan Dr. M. SadiqFahmi.[18]
D. IMPLEMENTASI SYARI’AT DALAM ASURANSI
Karena terdapatnya khilafiyah di dalam masalah asuransi ini, sangat mungkin
di kalangan umat Islam terjadi kegamangan disamping sulitnya melepaskan diri
dari asuransi ini karena beberapa bentuk asuransi cukup penting dan diperlukan
umat khususnya di negara kita; Indonesia yang masih banyak menggunakan
undang-undang peninggalan pemerintahan Belanda, serta adanya kebijakan
pemerintah yang mewajibkan beberapa bentuk asuransi seperti asuransi pada jasa
pengangkutan sebagaimana yang tertera dalam Undang-Undang No.33 dan No.34 Tahun
1964.[19]
Maka dari itu, perlunya membagun suatu lembaga perasuransian yang
berasaskan syari’at Islam. Hal ini agar kehidupan umat dapat lebih terjamin dan
sejahtera dengan tetap menikuti perkembangan zaman tanpa meninggalkan jiwa
keagamaan kita. Untuk mencapai hal itu, banyak dari cendikiawan kita yang telah
merumuskan beberpa prinsip yang mesti digunakan dalam membangun perasuransian
yang berasaskan Islam. Diantara asas-asas atau prinsip-prinsip tersebut ialah:[20]
1. Prinsip Insurable Interest (Prinsip Kepentingan), yakni prinsip tentang
adanya hak atau adanya hubungan dengan persoalan pokok dari perjanjian. Karena
itu, pengakuan terhadap hak milik dan tanggung jawab atas hak milik seseorang
yang dikuasakan kepada kita, diatur dan diakui dalam Islam.
2. Prinsip Utmost Good Faith (Prinsip Itikad Baik atau Prinsip Kejujuran yang
Sempurna), yakni prinsip dimana masing-masing pihak benar-benar akan
melaksanakan fungsinya masing-masing dengan sebenar-benarnya dan saling
menanamkan kepercayaaan diantara kedua belah pihak.
3. Prinsip Idemnity, yakni prinsip untuk benar-benar memberikan pertanggungan
terhadap risiko yang terjadi dengan mengembalikan posisi tertanggung ke dalam
keadaan semula, ketika musibah belum terjadi sebagaimana tertera dalam polis.
Perbaikan atau pengembalian keadaaan ini berbentuk tiga hal yaitu cash;
mengganti dengan uang tunai sesuai dengan jumlah yang harus dibayar, repair;
melakukan perbaikan terhadap objek tanggungan yang menderita kerugian, dan
replacement; penggantian terhadap objek tanggungan yang tidak dapat atau tidak
mungkin dilakukan perbaikan dengan yang baru.
4. Prinsip Proximate Cause (Penyebab Dominan), yakni suatu sebab aktif,
efisien yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa secara berantai atau
berurutan dan intervensi kekuatan lain,diawali dengan bekerja dengan aktif dari
sumber baru dan indevenden. Maka dalam terjadinya suatu risiko haruslah
benar-benar dilihat penyebab inti dari risiko tersebut, apakah penyebabnya
tersebut diatur dalam polis atau tidak serta diadakan penyelidikan dan pembuktian
agar terhidar dari tipu daya.
5. Dan lainnya.
BAB III
PENUTUP
Asuransi secara etimologi berasal dari bahasa Latin; Assecurare yang
artinya “meyakinkan orang”. Kemudian dalam bahasa Perancis kata tersebut
dikenal dengan Assurance, Belanda disebut Assurantie yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah Asuransi yang
berarti petanggungan. Sedangkan dalam istilah bahasa Arab dikenal istilah
At-Ta’min, Takaful, At-Thadamun, Al-Istihad dan ‘Akilah.
Secara terminologi terdapat banyak pengertian dari para ahli, namun secara
umum asuransi merupakan akad perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima premi
asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari
suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan atau
sesuai dengan polis.
Terjadi khilafiyah dalam hal asuransi, ada yang mengharamkannya seperti Ibnu
Abidin, Syaikh Muhammad bin Ibrahim dan Wahbah Az-Zuhaili. Namu ada pula yang
menghalalkan asuransi seperti Muhammad Abduh, Mustafa Ahmad Az-Zarqa, As-Sadiq
Muhammad Amin Ad-Darir, At-Tayib Hasan An-Najar, Bahjat Ahmad Hilmy dan Dr. M.
SadiqFahmi.
Untuk itu, agar tidak terjadi kegamangan umat, perlunya diadakan asuransi
yang berasaskan atau berprinsip Islam. Diantara asas atau prinsip yang
ditawarkan ahli yaitu Prinsip Insurable Interest, Prinsip Utmost Good Faith,
Prinsip Idemnity, Prinsip Proximate Cause, dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim
Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi
Hukum Islam jilid 1, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003
Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam, Taudhih
Al-Ahkam Min Bulugh Al-Marram, Vol.IV, Terj. Oleh M. Faisal dkk, Jakarta:
Pustaka Azzam, 2007
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,
Jakarta: Kencana, 2010
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Bahasa Indonesia Jakarta: Pusat Bahasa, 2008
Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Hukum
Asuransi Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga
Keuangan Islam; Tinjauan Teoretis dan Praktis, Jakarta: Kencana, 2010
Wirdiyaningsih et, al., Bank dan Asuransi
Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005
[1] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah, (Jakarta: Kencana, 2010) hlm.243
[2] Wirdiyaningsih et, al., Bank dan Asuransi
Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005) hlm.177
[3] Al-Qur’an Al-Karim, Surah Quraisy (106)
ayat ke-4
[4] Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga
Keuangan Islam; Tinjauan Teoretis dan Praktis, (Jakarta: Kencana, 2010) hlm.153
[5] Wirdiyaningsih, Bank dan....., h.179
[6] Q.S. Ali Imran (3): 44
[7] Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Hukum
Asuransi Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004) hlm.1
[8] Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam,
Taudhih Al-Ahkam Min Bulugh Al-Marram, Vol.IV, Terj. Oleh M. Faisal dkk,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2007) hlm.280
[9] Andri, Bank dan....., h.244
[10] Heykal, Lembaga Keuangan....., h.152
[11] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008) hlm.101
[12] Andri, Bank dan....., h.246
[13] Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi
Hukum Islam jilid 1, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003), hlm.138
[14] Ibid, h.139
[15] Heykal, Lembaga Keuangan....., h.157
[16] Al-Bassam, Taudhih Al-Ahkam....., h.281
[17] Dahlan, Ensiklopedi Hukum.....,
h.139
[18] Ibid, h.140
[19] Prakoso, Hukum Asuransi....., h.21
[20] Heykal, Lembaga Keuangan....., h.171-177