MAKALAH
ETIKA BISNIS ISLAM
Pandangan Islam Tentang Tanggung Jawab Sosial
Bisnis: Lingkungan Alam
OLEH:
KELOMPOK 9
ABDUL RASYID
152 111 009
ASHGOR KAMAL
152 111 004
JURUSAN MU'AMALAH
FAKULTAS
SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI
MATARAM
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,, puji syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa yang telah menurunkan agama-Nya sebagai acuan dalam segala hal di
dunia ini. Selawat serta salam tetap tercurahkan keharipaan Nabi Muhammad SAW
yang telah memberikan suri teladannya kepada kita semua sehingga kita
mengetahui yang baik dan buruk.
Tanggung jawab bisnis terhadap lingkungan
merupakan hal yang perlu disadari oleh semua puhak dewasa ini. Hal tersebut
bukan karena tanpa alasan, akhir-akhir ini lingkungan alam terutama di negara kita
cukup mengkhawatirkan, mulai dari sampah-sampah yang berserakan dibuang
sembarangan hingga penggundula hutan yang berakibat bajir sering kita lihat di
media masa negara kita. Oleh sebab itu tema tanggung jawab terhadap lingkungan
alam penting untuk kita bahas untuk selanjutnya kita aplikasikan ke keseharian
kita.
Namun kami menyadari sepenuhnya bahwa
pembahasan kami dalam makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun fdari pembaca sekalian dengan harapan
semoga kedepannya makalah ini dapat lebih baik lagi. Selanjutnya kami
mengucapkan terima kasih kepada tema-teman yang telah membantu dalam mencari
refrensi makalah ini, semoga apa yang telah kita usahakan bernilai ibadah di
sisi-Na. Amin.
Penyusun.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Semenjak penemuan mesin uap oleh James Watt
pada abad ke-18 membuat perkembangan bisnis yang semula banyak berkecimpung
pada perdagangan dan pertanian (agraris) bergeser ke arah industrialis.
Semenjak itu, banyak sekali dibangun pabrik-pabrik yang lambat laun teknologi
yang digunakan bertambah canggih sehingga perekonomian seakan berpusat pada
industri dan menghasilkan apa yang kita lihat saat ini. Eksploitasi sumber daya
yang ada pun semakin mudah dan marak, tak ayal, gunung-gunung, lautan luas,
hingga tanah bebatuan yang keraspun tak menjadi hambatan yang berarti dalam
peng-eksploitasi-an tersebut, terutama eksploitasi sumber daya alam.
Di samping itu, penggunaan dan pengolahan
berbagai mesin dan sumber daya alam menjadi barang yang siap dipasarkan
menimbulkan problema baru bagi manusia ataupun alam tersebut. Banyak daerah
atau tempat yang banyak mengandung sumber daya seperti tanah ataupun laut
dieksploitasi dengan tidak bijak, pengolahan yang begitu canggih menimbulkan
kotoran-kotoran mesin ataupun sisa pengolahan berupa limbah yang tidak baik
bila dibuang langsung ke alam tidak begitu diperhatikan. Wal hasil berbagai
peraturan pun mulai diterapkan untuk menyelamatkan lingkungan dari
kerusakan. Namun tidak banyak memberikan
perubahan disebabkan etika moral dari pelaku usaha yang buruk.
Islam sesungguhnya telah mengatur rambu-rambu
dalam melakukan suatu usaha ataupun bisnis, baik dalam aspek perdagangan,
pertanian ataupun industri. Dalam pelaksanaan ibadah mahdloh pun terdapat berbagai
aturan yang secara filosopis menunjukan etika dalam keseharian kita, termasuk
di dalamnya dalam berbisnis dan menjaga lingkungan alam sekitar. Selain itu, tuntunan
dari Nabi Muhammad SAW juga banyak menjelaskan akhlak kita terhadap lingkungan,
baik tumbuhan atau hewan. Maka dari itu, sepatutnyalah bagi setiap orang yang
mengaku beragama Islam menggali dan mengambil contoh serta memperaktikan dan
mengamalkan apa-apa yang telah digariskan dalam Islam, baik yang tertera dalam
al-Qur’an ataupun ajaran dan contoh dari Rasulullah SAW.
Begitu halnya dalam menjalankan suatu usaha
atau kegiatan ekonomi (produksi, distribusi dan konsumsi). Hendaknya mengambil
dan mengamalkan etika yang telah ada dalam Islam itu tersendiri termasuk di
dalamnya etika berbisnis dalam kitannya dengan tanggung jawab terhadap
lingkungan alam sekitar.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas, kami dapat merumuskan
beberapa masalah yang akan menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, yaitu:
1. Etika Islam terhadap lingkungan alam.
2. Tuntunan Islam dalam melakukan kegiatan ekonomi dengan kaitannya dengan
lingkungan alam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. TUNTUNAN ISLAM MEMELIHARA LINGKUNGAN ALAM
Dalam Islam, lingkungan merupakan hal yang
harus diperhatikan. Kita diperintahkan untuk senantiasa memelihara lingkungan
alam yang ada, hal ini sesungguhnya merupakan bagian dari tugas manusia sebagai
khalifah di muka bumi ini. Dalam menjalani kehidupan kita diperintahkan untuk
selalu berperangai baik, baik kepada diri dan orang lain dan lingkungan
sekitar. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ سعْدُ بْنِ سِنَانِ الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلَّمَ قَالَ : لاَ ضَرَرَ وَلاَ
ضِرَارَ )حَدِيْثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه وَالدَّارُقُطْنِي
وَغَيْرُهُمَا(
Artinya: “Dari Abu Sa'id, Sa'ad bin Malik bin Sinan Al Khudri"Janganlah
engkau membahayakan dan saling merugikan".” (HR Ibnu Majah dan Daruqutni)
Dalam hadits di atas, kita dilarang untuk
berbuat sesuatu yang berbahaya dan merugikan, termasuk di dalamnya membuat
kerusakan lingkungan. Kita sebgai khalifah di bumi ini harus memelihara bumi
dan mengolahnya dengan semangat ibadah. Hal ini tersirat dalam firman Allah
SWT:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ
نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا
تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (keni'matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan”[1]
Dalam ayat di atas, Allah pertama-tama
menyuruh kita untuk senantiasa mencari kebahagiaan akhirat, artinya kita tidak
boleh melupakan perintah-Nya yang paling asasi, yakni beribadah kepadanya
sebagaimana firmannya:
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (beribadah) kepada-Ku”[2]
Setelah itu Allah melarang kita untuk
melupakan bagian kita di dunia, ini menunjukkan bahwa kita harus aktif dalam
mencari karunianya dengan bekerja dengan giat dan tidak bermalas-malas. Dalam
redaksi ayat tersebut menggunakan seruan
larangan sehingga kita harus berusaha (berbisnis). Berusaha disini hendaknya
usaha yang dapat membawa kebaikan bagi orang lain. Bila kita lihat kembali,
setelah kita diperintahkan untuk beribadah, kita diperintahkan untuk mencari
bagian dunia, hal ini menunjukan dalam setiap tindak tanduk kita hendaknya
didasari oleh agama Allah dengan melakukan segalanya sesuai dengan perintah
serta tuntunan agama dengan tidak merugikan orang lain.
Selanjutnya Allah memperingatkan kita untuk
tidak berbuat kerusakan dimuka bumi ini. Artinya dalam melakukan segala
kegiatan kita hendaknya kita tidak merusak lingkungan alam. Hal ini karena bila
kita merusak maka sangat mungkin menimbulkan kemudharatan bagi kita dan manuisa
yang lainnya. Sehingga bertentangan dengan maksud potongan ayat sebelumnya yang
memerintahkan kita untuk senantiasa melakukan usaha yang dapat memberikan
kebaikan atau manfaat kepada orang lain.
Di akhir ayat, Allah menegaskan bahwa Ia
membenci orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka hendaknya kita mengingat ini
semua bahwa dalam setiap usaha yang kita lakukan, hendaknya mendatangkan
manfaat bagi orang lain dan tidak menimbulkan kerusakan.
Jadi, dalam syari’at Islam, kita perintahkan
untuk selalu menjaga dan memelihara etika dalam melaksanakan stiap kegiatan
ibadah atau keduniaan, termasuk di dalamnya kegiatan bisnis. Sebagai contoh,
bagi algojo yang akan mengeksekusi atau tukang jagal yang ingin menyembelih
ternak, diperintahkan untuk melakukannya dengan baik:
عَنْ أَبِي يَعْلَى شَدَّاد ابْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ اللهَ كَتَبَ
اْلإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ
وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ
وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ . [رواه مسلم]
Artinya: “Dari
abu ya'la, Syaddad bin Aus" Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku baik
pada segala hal, maka jika kamu membunuh hendaklah membunuh dengan cara yang baik
dan jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik dan hendaklah
menajamkan pisau dan menyenangkan hewan yang disembelihnya"”
(HR. Muslim).
B. KEGIATAN EKONOMI DAN TANGGUNG JAWAB LINGKUNGAN ALAM
Sebagai mana dijelaskan di atas, Islam selalu mendorong
kita untuk senantiasa memlihara lingkungan alam dengan mengolahnya dengan bijak
sehingga menghasilkan kebaikan bagi semuanya serta menghindari untuk berbuat
kerusakan dan menjaga etika dalam bekerja. Setidaknya dalam melaksanakan
kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup kita, baik itu sandang, papan ataupun pangan
yang merupakan kebutuhan pokok manusia ataupun kebutuhan sekunder seperti
mencapai hal-hal yang kita impikan atau inginkan yang direalisasikan dengan
kegiatan ekonomi; produksi, distribusi, ataupun konsumsi haruslah tetap
berdasarkan agama dengan menerapkan etika hidup yang luhur dengan tidak berbuat
kerusakan di muka bumi ini.
1. Etika Dalam Produksi
Eksplorasi nilai dan prinsip etika Islam dalam
proses produksi berporos pada proses kerja yang mencerminkan amal saleh dan
amanah untuk mewujudkan maslahah maksimum, profesionalisme dan pembelajaran
sepanjang waktu untuk mencapai efisiensi.[3] Proses
kerja yang dilandasi dengan semangat untuk mencapai out put yang sesuai dengan
permintaan pasar sehingga dapat memperoleh laba yang diinginkan tanpa
menghadapi masalah yang berat di saat produksi ataupun setelahnya, memang
menjadi spirit tersendiri bagi setiap produsen. Namun tanggung jawab sosial
baik secara vertikal maupun horizntal juga perlu ditumbuhkan. Proses produksi
dengan menanamkan di dalamnya etika relijius, baik dalam memilih bahan,
mengolah dan menjaga kualitasnya dari segala aspek bisa dikatakan sebagai
bentuk tanggung jawab vertikal. Dengan memilih dan memilah bahan yang memang
dibolehkan oleh agama, yakni dengan hanya menggunakan hal-hal yang dihalalkan
dan menghindari hal-hal yang diharamkan merupakan wujud dari tanggung jawab
ini. Proses mendapatkan barang produksi juga termasuk di dalamnya, jangan
sampai bahannya halal tapi cara mendapatkannya yang haram. Itulah mengapa di
dalam Islam dilarang membeli barang dari orang dusun yang tidak mengetahui
harga pasar yang berlaku.
Dalam hal produksi yang berupa pengambilan
langsung dari alam, hendaknya menjaga keseimbangan alam, seperti tidak
melakukan eksploitasi yang berlebihan. Hendaknya mengambil secukupnya dan
sekedarnya, jangan sampai merusak dan mengancam keberlangsungan lingkungan alam
seperti penggundulan hutan, perburuan berlebihan, penangkapan ikan dengan bom
atau racun dan sebagainya. Sumber daya alam yang ada seyogyanya digunakan
secara bersama-sama dan dicari (eksploitasi) secara benar dan jujur serta
dijaga dengan sebaik-baiknya karena merupakan amanah dari Allah.[4]
Maka dari itu tidak ada yang berhak menghancurkannya, dan siapa saja yang
berbuat kerusakan atasnya, tentu akan mendapat siksa dari Allah.
Dalam hal pengolahan pun juga haruslah
memperhatikan tata cara yang baik dan bertanggung jawab. Dalam pengolahan suatu
barang, hendaknya memperhatikan beberapa hal. Pertama, tempat pengolahan
hendaknya tidak mengganggu lingkungan sekitar. Apabila dalam peroses pengolahan
menimbulkan suara atau bau yang dapat mengganggu lingkungan, maka hendaknya
tempat (pabrik) dibangun di tempta yang jauh dari pemukiman. Begitu juga bila
memelihara hewan ternak, hendaknya kandang berada di tempat yang sekiranya
tidak mengganggu lingkungan sekitar.
Selian itu, seringkali pengolahan terutama
pada bidang industri menghasilkan kotoran atau sisa-sisa yang tidak terpakai
(limbah). Seyogyanya limbah dari suatu proses produksi tidak langsung dibuang
ke lingkungan alam, apalagi membuangnya pada tempat dimana bergantung hajat
hidup orang banyak seperti sungai, danau, dekat mata air, laut, sawah dan
sebagainya. Bila terdapat limbah, alangkah baiknya untuk didaur agar bisa
digunakan atau menetralisirnya sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan. Hal
ini untuk menghindari terjadinya pencemaran lingkungan. Bila terjadi pemcemaran
lingkungan, maka pihak yang bersalah harus bertanggung jawab[5]
dengan membersihkan limbah tersebut dan/atau menutup/mengalihkan pembuangan ke
tempat yang jauh dan tidak mengganggu lingkungan seperti ke dasar laut dalam.
Hal ini sesungguhnya juga demi kebaikan umat
manusia sendiri, karena bila lingkungan tercemar, maka yang akan menanggung rugi adalah manusia
jua. Allah SWT berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي
النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat
dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan
kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan yang benar)”[6]
2. Etika Dalam Distribusi
Dalam distribusi, implementasi pokok etika
sosialnya berada pada jual beli yang mengarah pada kejujuran informasi dan
timbangan yang diharapkan menghasilkan rasa saling meridho diantara penjual dan
pembeli. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka
di antara kamu”[7]
وَيَا قَوْمِ أَوْفُواْ الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ وَلاَ
تَبْخَسُواْ النَّاسَ أَشْيَاءهُمْ وَلاَ تَعْثَوْاْ فِي الأَرْضِ مُفْسِدِينَ
Artinya: “Dan Syu'aib berkata: "Hai
kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu
merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan
di muka bumi dengan membuat kerusakan”[8]
Dalam kaitannya dengan lingkungan alam lebih
kepada pengadaan prasarana distribusi tersebut. Diantara hal yang sering
menimbulkan masalah ialah lingkungan pasar. Kebanyakan pasar terutama pasar
tradisional di negara kita masih “semberaut” dan kebersihannya tidak terjaga.
Hal ini dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi penjual atau pembeli yang
berkunjung ke pasar tersebut. Selain itu, bila pasar tersebut berada di dekat
sungai maka para pelaku usaha di pasar tersebut membuang sampah ke sungai
tersebut sehingga mengganggu ekosistem yang ada tersebut dan tentu mengganggu
warga yang bergantung atau berada di sepanjang aliran sungai.
Di sisi lain, pembangunan pusat perbelanjaan
yang layak seringkali menempati tempat yang tidak semestinya. Sebagai contoh,
pembangunan pusat perbelanjaan (mall/ruko) sering dibangun pada lahan yang
produktif untuk penghasil/pengembangan pangan semisal sawah yang tanahnya
subur.[9]
Seyogyanya bila akan membangun pusat perbelanjaan hendaknya pada tempat atau
lahan yang tidak produktif atau subur. Hal ini untuk mengantisipasi kelangkaan
pangan di masa depan.
3. Etika Dalam Konsumsi
Sebenarnya konsumsi tidak masuk ke dalam ranah
bisnis, tapi karena prilaku konsumen dalam melakukan konsumsi ikut menjadi
pertimbangan bagi pelaku bisnis lainnya (produsen &/distributor) maka
penting juga untuk dubahas. Selain itu dampak yang ditimbulkan oleh konsumen
terhadap lingkungan alam dewasa ini tidak dapat dipandang sebelah mata. Dalam
realitanya banyak kita temukan pencemaran lingkungan juga dilakukan oleh
konsumen. Pembuangan sampah secara sembarangan menjadi hal terbesar dalam
pencemaran lingkungan oleh konsumen.
Membuang sampah secara sembarangan berdampak
serius pada lingkungan. Tidak adanya pemisahan sampah organik dan anorganik
menyebabkan daur ulang atau penanganan sampah menjadi semakin rumit. Selain
itu, kebanyakan sampah dewasa ini berupa bahan anorganik yang sulit terurai
secara alami, kalaupun bisa memerlukan waktu yang panjang. Dampak lain dari
membuang sampah sembarangan ialah terjadinya berbagai bencana dan menyeebarnya
beberapa penyakit. Sampah-sampah yang dibuang ke suangai atau ke saluran air
dapat menyumbat saluran sehingga ketika turun hujan saluran tersumbat yang
selanjutnya menimbulkan banjir. Sampah-sampah anorganik juga menghambat
peresapan air hujan secara langsung ke dalam tanah, air tertahan di atas sampah
tersebut, semisal plastik, kaleng, ataupun yang lainnya. Genangan air pada
sampah ini pada gilirannya menjadi media penyebaran penyakit seperti menjadi
tempat perkembangbiakan nyamuk demam berdarah.
Oleh sebab itu perlu tindakan untuk mencegah
atau mengurangi pencemaran tersebut. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan
untuk merealisasikannya. Pertama, perlunya menumbuhkan kesadaran masyarakat
akan pentingnya kebersihan lingkungan. Kedua, bila ada sampah plastik,
hendaknya di daur ulang, atau dibakar, atau mungkin dimanfaatkan kembali seperti
membuat kerajinan tangn dari sampah atau menjadikannya media tanam untuk
menanam sayuran rumahan seperti bayam, cabai dan lainnya.
Selanjutnya bagi pihak produsen hendaknya
menggunakan plastik yang lebih mudah terurai atau dapt didaur ulang. Hal ini
telah dilakukan oleh beberapa perusahaan, salah satunya AlfaMart yang
menyediakan plastik yang mudah hancur atau terurai.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Islam memerintahkan kita untuk senantiasa
menjaga lingkungan alam. Dalam dua sumber Islam yang asasi, yakni Al-Qur’an dan
Hadits Nabi terdapat perintah untuk menjaga laingkungan alam, jangan sampai
kita berbuat kemudharatan dan kerusakan di muka bumi ini karena Allah sangat
membenci orang-orang yang berbuat kerusakan. Oleh sebab itu, dalam menjalankan
kehidupan kita di dunia ini hendaknya selalu melandaskan diri dengan
rambu-rambu agama sehingga segala tindak-tanduk kita bisa bernilai ibadah
walaupun itu merupakan pekerjaan dunia.
Begitu juga halnya dalam melakukan kegiatan
ekonomi, sebisa mungkin kita menghindari untuk berbuat kerusakan, baik dalam
proses produksi dengan melakukan pengambilan, pemilihan bahan, ataupun
pengolahan produksi serta limbah yang dihasilkan jangan sampai mengganggu
lingkungan alam sekitar. Sama halnya dengan distribusi dan konsumsi, hendaknya
menjunjung nilai-nilai etika Islami yang luhur dengan berlaku adil dan jujur
serta membangun dan memilih sarana dan prasarana dengan bijaksana.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya
Budi Setyanto, dkk, Etika Bisnis Islam, Jakarta:Gramata
Publishing, 2011
M. Umer Capra, Islam dan Tatanan Ekonomi,
terj.Ikhwan Abidin B., Jakarta: Gema Insani Press, 2000
Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami,
terj.Muhammad, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
[2]
QS. Adz-Dzariyaat {51}:56
[3]
Budi Setyanto, dkk, Etika Bisnis
Islam, (Jakarta:Gramata Publishing, 2011) hal.82
[4]
M. Umer Capra, Islam dan Tatanan
Ekonomi, terj.Ikhwan Abidin B., (Jakarta: Gema Insani Press, 2000) hlm.209
[5]
Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis
Islami, terj.Muhammad, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) hlm.87
[6]
QS. Ar-Ruum {30}: 41
[7]
QS. An-Nisaa {4}: 29
[8] QS. Huud {11}: 85
[9] Sebagai contoh, pada saat ini
(2014) di daerah Narmada akan dibangun pusat perbelanjaan (mall), mungkin ini
baik bagi perkembangan wisata, namun sayangnya pembangunan tersebut dilakukan
pada lahan yang produktif/subur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar